Lapadnews.com, Palembang - Pada peringatan Hari Bumi, Selasa 22 April 2025, ratusan aktivis yang tergabung dalam “Koalisi Sumatera Menolak Punah” menggelar aksi damai di Bundaran Air Mancur Palembang.
Mereka menuntut perubahan mendasar dalam kebijakan energi di Pulau Sumatera, yang hingga kini masih sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Menurut koordinator aksi, Arlan, energi fosil telah meninggalkan jejak kerusakan ekologis, konflik lahan, dan ancaman kesehatan masyarakat, sembari mempercepat laju krisis iklim global.
Berdasarkan pemantauan dua tahun terakhir terhadap sembilan PLTU batu bara di Sumatera—termasuk Nagan Raya (Aceh), Pangkalan Susu (Sumut), Ombilin (Sumbar), dan lainnya—terdapat 47 pelanggaran pengelolaan lingkungan hidup.
Dari jumlah itu, 12 pelanggaran sudah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, namun langkah hukum dinilai belum cukup untuk menghentikan operasi PLTU.
Mereka menyoroti dukungan pemerintah pusat, di bawah Presiden Prabowo, terhadap proyek hilirisasi batu bara dan gasifikasi, yang dinilai kontraproduktif terhadap agenda transisi energi bersih.
Para perwakilan organisasi lingkungan dari berbagai provinsi—Riau, Jambi, Sumut, Lampung, hingga Sumbar—mendesak agar pemegang kebijakan, mulai dari gubernur hingga presiden, segera memimpin percepatan pensiun PLTU batu bara, menutup stockpile ilegal di sepanjang Sungai Musi, dan memperbaiki kerusakan lahan tambang.
Mereka menegaskan, tanpa komitmen nyata pemerintah untuk berhenti memproduksi emisi karbon, masyarakat Sumatera akan terus menanggung beban akibat polusi, pendangkalan sungai, dan kerusakan cagar budaya.
(*Renaldi)
Social Header