Lapadnews.com, Banten - Presiden Prabowo Subianto telah lama menyadari adanya “Paradoks Indonesia”— sebuah kondisi yang memperlihatkan kekayaan negeri ini melimpah, namun tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya. (3/04/2025)
Sejak jauh sebelum resmi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, Prabowo telah menggagas strategi besar demi menyelamatkan bangsa dari ancaman keterpurukan yang bahkan sempat diprediksi bisa membuat Indonesia bubar pada 2030, jika tidak segera dibenahi.
Kini, memasuki periode pemerintahan 2024–2029, tanggung jawab besar berada di tangan Prabowo Subianto bersama Kabinet Merah Putih yang dibentuknya—kabinet yang digadang sebagai formasi paling lengkap dan komprehensif dalam sejarah Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan yang kompleks dan warisan masalah struktural, Prabowo memulai langkahnya dengan membangun kesadaran nasional.
Paradoks yang dimaksud bukan hanya mengenai ketimpangan kekayaan—di mana lebih dari 49% aset nasional dikuasai hanya oleh 2,5% penduduk—tetapi juga mencakup sistem demokrasi yang dikendalikan oleh oligarki, serta ketimpangan penguasaan tanah yang sangat timpang.
Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria tahun 2024, hanya 2,5 juta orang yang menguasai 0,72 persen tanah Indonesia, sementara jutaan rakyat tidak memiliki tanah seujung jari pun.
Untuk menjawab kondisi ini, sejak 2012 Prabowo telah menggagas dan membangun Padepokan Garudayaksa di Hambalang, sebagai pusat pembinaan kader dan pemimpin bangsa masa depan, serta sebagai wadah penggemblengan nilai-nilai kebangsaan dan kerakyatan.
Gagasan-gagasan strategisnya terangkum dalam buku berjudul “Paradoks Indonesia”, yang memuat analisis mendalam atas kondisi bangsa dan tawaran solutif bagi perbaikan struktural.
Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh puas dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 10 persen, karena menurutnya itu berarti "berjalan di tempat".
Ia menargetkan pertumbuhan dua kali lipat, dengan PDB per kapita yang harus meningkat dari $3.300 menjadi $13.000 dalam beberapa tahun ke depan.
Dua masalah besar menjadi fokus utama:
-
Menghentikan aliran kekayaan nasional ke luar negeri, agar Indonesia memiliki modal kuat untuk pembangunan dan inovasi.
-
Membebaskan demokrasi dari dominasi pemilik modal, agar keputusan politik benar-benar berpihak pada rakyat dan bangsa.
Prabowo juga menekankan pentingnya peran BUMN sebagai ujung tombak pembangunan nasional, sembari menyoroti perusahaan-perusahaan strategis yang terus menghasilkan keuntungan, seperti Bank Rakyat Indonesia, Telkom, Pertamina, hingga Pupuk Indonesia.
Sebaliknya, ia mengkritik privatisasi sektor vital seperti air minum yang kini dikuasai asing dan swasta.
Kini, ketika ia menjabat sebagai Presiden, semua strategi dan gagasan yang dirintis satu dekade lalu menemukan jalannya untuk diwujudkan.
Dengan visi Indonesia yang maju, kuat, modern, sejahtera, dan berdaulat, Prabowo memimpin perjalanan besar bangsa ini untuk menjawab tantangan sejarah dan menyelamatkan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*Red/Jacob Ereste)
Social Header