Lapadnews.com, Panyabungan, Mandailing Natal - Aktivitas ilegal Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terus berkembang di wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat.
Banyak pihak mulai mempertanyakan komitmen Kapolres Madina, AKBP Arie Sofandi Paloh, dalam menangani masalah ini.
Mereka mengkritik ketidaktegasan dalam menindak para pelaku dan pemodal yang terlibat dalam PETI, yang sudah meresahkan masyarakat dan merusak lingkungan.
Beberapa organisasi yang tergabung dalam gabungan elemen masyarakat, seperti Ketua PC Sapma PP Ahmad Sarqawi Nasution, Ketua PC GPK Andi Musohur, Ketua PC GMPI Rizky Agustinhar, Ketua DPP IMMAN Adi Lubis, dan Ketua GEJAM Awaluddin, menyatakan keprihatinan mereka terhadap situasi ini. Wakil Ketua PD GPI Dahler Lubis kepada media (06/02/2025) dalam rilis yang diterima redaksi.
Mereka menegaskan bahwa Kapolres perlu segera memanggil dan memeriksa para pelaku serta pemodal yang mendalangi kegiatan PETI, terutama yang terjadi di wilayah perbukitan Kilometer II, Desa Hutabargot Nauli, Kecamatan Hutabargot.
Lebih lanjut, mereka juga menginginkan agar aparat penegak hukum melakukan langkah konkret dalam menindak tegas para pemodal tambang emas ilegal yang beroperasi di Kota Nopan dan wilayah Batang Natal.
Keprihatinan ini mencuat karena aktivitas PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga melibatkan banyak pihak yang selama ini belum diproses secara hukum, sehingga menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Mereka menilai ada ketimpangan yang kontras antara retorika seorang Kapolres tentang penegakan hukum dengan realitas dilapangan yang mengindikasikan adanya pembiaran pelanggaran hukum.
"Ada gap (celah) yang cukup lebar, antara wacana yang diucapkan Kapolres namun berbanding terbalik dengan tindakan yang dinilai inkonsisten" tegas mereka.
Sebagai penanggungjawab utama dalam penegakan supremasi hukum, mereka meminta Kapolres Madina menunjukkan iktikad dan memenuhi janjinya dengan segera memanggil dan memeriksa para toke termasuk Kepala Desa Hutabargot Nauli dan pemilik tanah yang diduga terlibat aktivitas pertambangan emas ilegal di desa tersebut, namun sampai detik ini hal itu belum terealisasi.
"Dalam pernyataan pers saat penertiban PETI di Huta Bargot berapa waktu yang lewat, Kapolres begitu atraktif berapi-api menyatakan akan melakukan tindakan tegas, toh kenyataanya sampai hari ini tak kunjung ada realisasi" ucap mereka.
Mereka berharap, agar Kapolres menunjukkan komitmen (political will) dan mampu menyelaraskan antara ucapan dan tindakan, sehingga meminimalisir asumsi liar di tengah publik adanya dugaan "kongkalikong" dan setoran upeti di balik aktivitas illegal PETI.
Mereka juga mengingatkan, tak cuma sekali ini pernyataan Kapolres yang dinilai kontradiktif dalam tataran aflikatif.
Sebelumnya Kapolres juga pernah sesumbar bersedia "potong kuping" bila masih ada aktivitas PETI di Madina saat menerima aksi demo KNPI bersama OKP/Ormawa beberapa waktu yang lewat.
Bahkan jauh hari sebelumnya, Kapolres juga pernah berjanji akan "memburu" para pemodal PETI di Kotanopan dan akan menyiapkan posko pemantauan di berbagai titik untuk mengkontrol aktivitas PETI, namun toh hasilnya dinilai nihil sampai sekarang.
"Kita meminta Kapolres untuk tegas dan jangan plin-plan. Tangkap semua pelaku/ pemodal PETI di Madina dan proses hukum secara profesional dan transparan" ketus mereka.
Secara spesifik, dalam analisis mereka penertiban PETI Hutabargot yang dilakukan Kapolres ke wilayah PETI Hutabargot beberapa hari yang lewat, dinilai hanya sekadar formalitas belaka yang dikemas dalam pencitraan semu serta tidak memberikan efek jera apapun bagi pelaku PETI.
"Hal itu dapat dibuktikan hanya pada hari razia itu saja PETI Hutabargot yang stop beroperasi, setelah itu aktivitas PETI tetap bebas dan leluasa beroperasi seperti biasa" ujar mereka.
Kelompok elemen masyarakat yang kritis terhadap penanganan PETI di wilayah Hutabargot menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap tindakan Kapolres Madina.
Mereka menilai bahwa razia gabungan yang digelar bersama TNI, BPBD, Satpol PP, dan Forkopimcam seharusnya dapat menghasilkan langkah tegas, seperti penyegelan camp PETI serta penyitaan barang bukti berupa mesin galundung dan batu gunung.
Namun, mereka berpendapat bahwa razia tersebut lebih terlihat sebagai "touring/pelisiran lokal" yang tidak membuahkan hasil signifikan dan terkesan hanya sebagai "gimmick."
Selain itu, mereka mengkritik pernyataan Kapolres yang menyebut tidak ada korban jiwa akibat longsor di dalam lubang PETI. Mereka menilai pernyataan tersebut tergesa-gesa dan prematur, karena saat razia, tidak ada personel yang diterjunkan ke dalam lubang tambang yang memiliki kedalaman puluhan meter untuk mencari sumber bau busuk yang terdeteksi di lokasi tersebut.
Tidak ada pula peralatan atau teknologi yang digunakan untuk mendeteksi potensi korban di dalam lubang tersebut, yang menurut mereka sangat sulit dipastikan hanya dengan mengandalkan pengamatan kasat mata dari atas.
Untuk itu, mereka mendesak Polda Sumut untuk menerjunkan Tim Laboratorium Forensik (Lapfor) guna menyelidiki lebih lanjut kebenaran isu terkait adanya puluhan korban yang diduga terkubur akibat longsor di tambang ilegal tersebut, yang melibatkan pekerja yang dibawa dari Jawa.
Kelompok ini bertekad untuk terus menuntut kejelasan dan tindakan tegas dari pihak berwenang terkait tragedi tersebut.
(*Magrifatulloh).
Social Header